Sebuah
kisah dewasa atau cerita seks seorang pria yang mengamili tantenya
sendiri. Disini saya akan mengulas sedikit mengenai pengalaman pribadi
saya sendiri, dan hal ini masih menghantui saya sampai cerita ini saya
muat. Okey deh, saya perkenalkan diri dulu. Nama saya Bojach, atau biasa
dipanggil Jach, tinggi badan 180 cm dengan kulit putih bersih, maklum
peranakan atau istilahnya indo. Latar belakang keluarga saya adalah dari
keluarga miskin, dimana saya sebagai anak sulung yang dapat dikatakan
lain dari adik-adik saya.
Sebenarnya ayah saya asli orang
Indonesia dan ibu juga, tapi dari cerita yang saya dapatkan dari
kelurga, bahwa ibu saya pernah kerja di USA atau di Houston sebagai
pembantu rumah tangga. Waktu itu ada pamilik yang tinggal di Huston
memerlukan seorang pembantu untuk mengurusi anaknya. Pendek cerita ibu
saya sudah 2 tahun di Huston mendapat masalah, dimana dia pernah
diperkosa sama orang Bule di sana, dan karena sudah trauma dengan
kejadian yang menimpanya, maka dia minta pulang ke Indonesia.
Sesampainya di Indonesia dia langsung
mendapatkan jodoh, yaitu ayah saya sekarang, dan ternyata ibu saya telah
hamil dengan orang Bule yang pernah memperkosanya. Itulah pendek cerita
mengenai latar belakang saya, kenapa saya jadi keturunan indo.
Okey sorry terlalu panjang
pendahuluannya, kita langsung saja ke ceritanya. Kejadian ini bermula
dimana saya memiliki pacar yang sangat cemburu dan sayang sama saya,
maka saya dianjurkan mengontrak rumah di rumah tantenya yang tentunya
berdekatan dengan rumahnya. Saya bekerja di salah satu perusahaan Asing
yang berkecimpung di Akuntan Public yang terkenal dan ternama, maka saya
mendapatkan uang yang secukupnya untuk membiayai adik saya 5 orang yang
sedang kuliah di Jakarta. Dan untung saja 3 orang masuk UI dan 2 orang
masuk IPB, maka dengan mudah saya bayar uang semesterannya. Sedangkan
saya sendiri hanya membutuhkan uang makan dan ongkos, dimana saya
tinggal di kawasan Bogor yang terkenal dengan hujannya.
Setelah dua tahun saya mengontrak di
rumah yang sampai sekarang juga masih saya tempati, terjadilah kejadian
ini. Dimana waktu itu kelima adik saya pulang kampung karena liburan
panjang ke Kalimantan, sedangkan saya yang kerja tidak dapat pulang
kampung dengan mereka, maka tinggallah saya seorang diri di Jakarta.
Waktu itu tepat hari Sabtu, dimana Om Boyke atau suami Tante Linda ini
biasanya kerja pada hari Sabtu, maklum dia adalah pegawai swasta dan
sering juga ke lapangan dimana dia bekerja di perminyakan di lepas
pantai. Jadi waktu itu Om Boyke ke lapangan dan tinggallah Tante Linda
sendirian di rumah.
Tante Linda telah menikah, tetapi sudah
lama tidak mendapatkan anak hampir sudah 8 tahun, dan hal itu menjadi
pertanyaan siapa yang salah, Tante Linda apa Om Boyke. Okey waktu itu
tepatnya malam Sabtu hujan di Bogor begitu derasnya yang dapat menggoda
diri untuk bermalas-malas. Secara otomatis saya langsung masuk kamar
tidur dan langsung tergeletak.
Tiba-tiba Tante Linda memanggil, “Jach… Jach… Jach… tolong dong..!”
Saya menyahut panggilannya, “Ada apaan Tante..?”
“Ini lho.. rumah Tante bocor, tolong dong diperbaiki..!”
Lalu saya ambil inisiatif mencarikan
plastik untuk dipakai sementara supaya hujannya tidak terlalu deras
masuk rumah. 10 menitan saya mengerjakannya, setelah itu telah teratasi
kebocoran rumah Tante Linda.Kemudian saya merapikan pakaian saya dan
sambil duduk di kursi ruang makan.
Terus Tante Linda menawarkan saya minum kopi, “Nih.., biar hangat..!”
Karena saya basah kuyup semua waktu memperbaiki atap rumahnya yang bocor.
Saya jawab, “Okelah boleh juga, tapi saya ganti baju dulu ke rumah..” sambil saya melangkah ke rumah samping.
Saya mengontrak rumah petak Tante Linda persis di samping rumahnya.
Tidak berapa lama saya kembali ke rumah
Tante Linda dengan mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Sejenak
saya terhenyak menyaksikan pemandangan di depan mata, rupanya disaat
saya pergi mandi dan ganti baju tadi, Tante Linda juga rupanya mandi dan
telah ganti baju tidur yang seksi dan sangat menggiurkan. Tapi saya
berusaha membuang pikiran kotor dari otak saya. Tante Linda menawarkan
saya duduk sambil melangkah ke dapur mengambilkan kopi kesenangan saya.
Selang beberapa lama, Tante Linda sudah kembali dengan secngkir kopi di
tangannya.
Sewaktu Tante Linda meletakkan gelas ke
meja persis di depan saya, tidak sengaja terlihat belahan buah dada yang
begitu sangat menggiurkan, dan dapat merangsang saya seketika. Entah
setan apa yang telah hinggap pada diri saya. Untuk menghindarkan yang
tidak-tidak, maka dengan cepat saya berusaha secepat mungkin membuang
jauh-jauh pikiran kotor yang sedang melanda diri saya.
Tante Linda memulai pembicaraan, “Giman Jach..? Udah hilang dinginnya, sorry ya kamu udah saya reporin beresin genteng Tante.”
“Ah… nggak apa-apa lagi Tante, namanya
juga tetangga, apalagi saya kan ngontrak di rumah Tante, dan kebetulan
Om tidak ada jadi apa salahnya menolong orang yang memerlukan
pertolongan kita.” kata saya mencoba memberikan penjelasan.
“Omong-omong Jach, adik-adik kamu pada kemana semua..? Biasanya kan udah pada pulag kuliah jam segini,”
“Rupanya Tante Linda tidak tau ya, kan tadi siang khan udah pada berangkat ke Kalimantan berlibur 2 bulan di sana.”
“Oh… jadi kamu sendiri dong di rumah..?”
“Iya Tante..” jawab saya dengan santai.
Terus saya tanya, “Tante juga sendiri ya..? Biasanya ada si Mbok.., dimana Tante?”
“Itu dia Jach, dia tadi sore minta
pulang ke Bandung lihat cucunya baru lahir, jadi dia minta ijin 1
minggu. Kebetulan Om kamu tidak di rumah, jadi tidak terlalu repot. Saya
kasih aja dia pulang ke rumah anaknya di Bandung.” jelasnya.
Saya lihat jam dinding menunjukkan sudah
jam 23.00 wib malam, tapi rasa ngantuk belum juga ada. Saya lihat Tante
Linda sudah mulai menguap, tapi saya tidak hiraukan karena kebetulan
Film di televisi pada saat itu lagi seru, dan tumben-tumbennya malam
Sabtu enak siarannya, biasanya juga tidak. Tante Linda tidak kedengaran
lagi suaranya, dan rupanya dia sudah ketiduran di sofa dengan kondisi
pada saat itu dia tepat satu sofa dengan saya persis di samping saya.
Sudah setengah jam lebih kurang Tante Linda ketiduran, waktu itu sudah menunjukkan pukul 23.35.
“Aduh gimana ini, saya mau pulang tapi Tante Linda sedang ketiduran, mau pamitan gimana ya..?” kata saya dalam hati.
Tiba-tiba saya melihat pemandangan yang
tidak pernah saya lihat. Dimana Tante Linda dengan posisi mengangkat
kaki ke sofa sebelah dan agak selonjoran sedang ketiduran, dengan
otomatis dasternya tersikap dan terlihat warna celananya yang krem
dengan godaan yang ada di depan mata. Hal ini membuat iman saya sedikit
goyang, tapi biar begitu saya tetap berusaha menenangkan pikiran saya.
Akhirnya, dari pada saya semakin lama
disini semaking tidak terkendali, lebih baik saya bangunkan Tante Linda
biar saya permisi pulang. Akhirnya saya beranikan diri untuk
membangunkan Tante Linda untuk pulang. Dengan sedikit grogi saya pegang
pundaknya.
“Tan… Tan…”
Dengan bermalas-malas Tante Linda mulai
terbangun. Karena saya dengan posisi duduk persis di sampingnya,
otomatis Tante Linda menyandar ke bahu saya. Dengan perasaan yang sangat
kikuk, tidak ada lagi yang dapat saya lakukan. Dengan usaha sekali lagi
saya bangunkan Tante Linda.
“Tan… Tan…”
Walaupun sudah dengan mengelus tangannya, Tante Linda bukannya bangun, bahkan sekarang tangannya tepat di atas paha saya.
“Aduh gimana ini..?” gumam saya dalam hati, “Gimana nantinya ini..?”
Entah setan apa yang telah hinggap,
akhirnya tanpa disadari saya sudah berani membelai rambutnya dan
mengelus bahunya. Belum puas dengan bahunya, dengan sedikit hati-hati
saya elus badannya dari belakang dengan sedikit menyenggol buah dadanya.
Aduh.., adik saya langsung lancang depan. Dengan tegangan tinggi, nafsu
sudah kepalang naik, dan dengan sedikit keberanian yang tinggi, saya
dekatkan bibir saya ke bibirnya. Tercium sejenak bau harum mulutnya.
Pelan-pelan saya tempelkan dengan
gemetaran bibir saya, tapi anehnya Tante Linda tidak bereaksi apa-apa,
entah menolak atau menerima. Dengan sedikit keberanian lagi, saya
julurkan lidah ke dalam mulutnya. Dengan sedikit mendesah, Tante Linda
mengagetkan saya. Dia terbangun, tapi entah kenapa bukannya saya
ketakutan malah keluar pujian.
“Tante Linda cantik udah ngantuk ya..? Mmuahhh..!” saya kecup bibirnya dengan lembut.
Tanpa saya sadari, saya sudah memegang buah dadanya pada ciuman ketiga.
Tante Linda membalas ciuman saya dengan
lembut. Dia sudah pakar soal bagaimana cara ciuman yang nikmat, yaitu
dengan merangkul leher saya dia menciumi langit-langit mulut saya. 10
menit kami saling berciuman, dan sekarang saya sudah mengelus-elus buah
dadanya yang sekal.
“Ahk… ahk..!” dengan sedikit
tergesa-gesa Tante Linda sudah menarik celana saya yang tanpa celana
dalam, dan dengan cepat dia menciumi kepala penis saya.
“Ahkk… ah..!” nikmatnya tidak tergambarkan, “Ahkkk..!”
Saya pun tidak mau kalah, saya
singkapkan dasternya yang tipis ke atas. Alangkah terkejutnya saya,
rupanya Tante Linda sudah tidak mengenakan apa-apa lagi di balik
dasternya. Dengan agak agresif saya ciumi gunung vaginanya, terus
mencari klistorisnya.
“Akh… akh… hus..!” desahnya.
Tante Linda sudah terangsang, terlihat dari vaginanya yang membasah. Saya harus membangkitkan nafsu saya lebih tinggi lagi.
30 menit sudah kami pemanasan, dan
sekarang kami sudah berbugil ria tanpa sehelai benang pun yang lengket
di badan kami. Tanpa saya perintah, Tante Linda merenggangkan pahanya
lebar-lebar, dan langsung saya ambil posisi berjongkok tepat dekat
kemaluannya. Dengan sedikit gemetaran, saya arahkan batang kemaluan saya
dengan mengelus-elus di bibir vaginanya.
“Akh… husss… ahk..!” sedikit demi sedikit sudah masuk kepala penis saya.
“Akh… akh..!” dengan sedikit dorongan, “Bless… sss..!” masuk semuanya batang kejantanan saya.
Setelah saya diamkan semenit, secara
langsung Tante Linda menggoyang-goyang pinggulnya ke kiri dan ke kanan.
Tanpa diperintah lagi, saya maju-mundurkan batang kemaluan saya.
“Akh… uh… terus Sayang.., kenapa tidak
dari dulu kamu puasin Tante..? Akh… blesset… plup… kcok… ckock… plup…
blesset.. akh.. aduh Tante mau keluar nih..!”
“Tunggu Tante, saya juga udah mau datang..!”
Dengan sedikit hentakan, saya maju-mundurkan kembali batang kemaluan saya.
Sudah 15 menit kami saling berlomba ke
bukit kenikmatan, kepala penis saya sudah mulai terasa gatal, dan Tante
Linda teriak, “Akh..!”
Bersamaan kami meledak, “Crot… crot… crot..!” begitu banyak mani saya muncrat di dalam kandungannya.
Badan saya langsung lemas, kami terkulai di karpet ruang tamu.
Tante Linda kemudian mengajak saya ke
kamar tamu. Sesampainya disana Tante Linda langsung mengemut batang
kemaluan saya, entah kenapa penis saya belum mati dari tegangnya sehabis
mencapai klimaks tadi. Langsung Tante Linda mengakanginya, mengarahkan
kepala penis saya ke bibir vaginanya.
“Akh… husss..!” seperti kepedasan Tante Linda dengan liarnya menggoyang-goyangkan pinggulnya.
“Blesset… crup… crup… clup… cloppp..!” suara kemaluannya ketika dimasuki berulang-ulang dengan penis saya.
30 menit kami saling mengadu, entah sudah berapa kali Tante Linda orgasme. Tiba saatnya lahar panas mau keluar.
“Crot.., crot..!” meskipun sudah
memuncratkan lahar panas, tidak lepas-lepasnya Tante Linda masih
menggoyang pantatnya dengan teriakan kencang, “Akh..!”
Kemudian Tante tertidur di dada saya,
kami menikmati sisa-sisa kenikmatan dengan batang kejantanan saya masih
berada di dalam vaginanya dengan posisi miring karena pegal. Dengan
posisi dia di atas, seakan-akan Tante Linda tidak mau melepaskan penis
saya dari dalam vaginanya. Begitulah malam itu kami habiskan sampai 3
kali bersetubuh.
Jam 5 pagi saya ngumpat-umpat masuk ke
rumah saya di sebelah, dan tertidur akibat kelelahan satu malam kerja
berat. Begitulah kami melakukan hampir setiap malam sampai Om itu pulang
dari kerjanya. Dan sepulangnya adik saya dari Kalimantan, kami tidak
dapat lagi dengan leluasa bercinta. Begitulah kami hanya melakukan satu
kali. Dalam dua hari itu pun kami lakukan dengan menyelinap ke dapurnya.
Kebetulan dapurnya yang ada jendela itu berketepatan dengan kamar mandi
kami di rumah sebelahnya.
3 bulan kemudian Tante Linda hamil dan
sangat senang. Semua keluarganya memestakan anak yang mereka
tunggu-tunggu 8 1/2 tahun. Tapi entah kenapa, Tante Linda tidak pernah
mengatakan apa-apa mengenai kadungannya, dan kami masih melakukan
kebutuhan kami.
0 comments:
Post a Comment