Kisah
seks dewasa hubungan perselingkuhan antara seorang priad dengan seorang
wanita paruh baya yang mendambakan seks karena jarang disetubuhi oleh
suaminya. Simak kisah lengkapnya berikut ini!
Tante Yeni seorang keturunan chinese dan
jawa. Orangnya mungil dengan tinggi 155 cm dan berat 50 kg. Cukup seksi
untuk seorang berusia 35 dengan tiga orang anak. Payudaranya berukuran
36A. Rambutnya lurus dan berkacamata minus. Tante Yeni cukup cantik
karena sebagai pengusaha dia sangat memperhatikan penampilan dan
kebugaran tubuhnya. Orangnya teliti, tegas, agak acuh dan tipikal wanita
yang mandiri
Setelah aku menyelesaikan program mini
marketnya, aku mengantarkannya ke rumahnya yang hanya berjarak sepuluh
menit dari rumahku. Tante Yeni tidak ada dan di rumahnya hanya ada si
bungsu Cynthia dan pembantunya, Mbak Ning. Cynthia yang masih kelas 4 SD
sedang bermain-main boneka. Aku sangat menyukai anak kecil. Melihat
Cynthia, aku jadi ingin bermain-main dengannya. Beralasan menunggu Tante
Yeni pulang, aku kemudian meluangkan waktuku untuk bercakap-cakap
dengan Mbak Ning dan bermain boneka dengan Cynthia.
Tak lama aku mulai akrab dengan Mbak
Ning dan Cynthia. Mbak Ning ini, biar pun pembantu rumah tangga, tetapi
sikap dan cara berpikirnya tidak seperti gadis desa. Dia cukup cerdas
dan bagiku, hanya kemiskinanlah yang membuatnya harus rela menjadi
pembantu. Seharusnya dia bisa menjadi lebih dari itu dengan
kecerdasannya.
Setelah hampir satu jam aku di sana,
Tante Yeni pulang. Kulihat dia agak heran melihatku bermain-main dengan
Cynthia dan mengobrol santai dengan Mbak Ning.
“Kamu bisa akrab juga dengan Cynthia..
Padahal si Cynthia ini agak sulit berinteraksi lho dengan orang baru..”
sapa Tante Yeni ramah. Harum tubuhnya membuatnya terlihat semakin
cantik.
“Iya nih.. Mungkin Cynthia suka dengan
Om Boy yang lucu.. Ya kan Cynthia?” candaku sambil mengusap kepala
Cynthia. Gadis kecil itu tersenyum manis.
“Kau bawa programnya ya? Ada petunjuk pemakaiannya kan?”
“Ada dong. Tapi untuk mempercepat,
sebaiknya aku menerangkan langsung pada karyawanmu, Cie.” Aku sengaja
memanggil Tante Yeni dengan panggilan “Cie” karena dia masih terlihat
sebagai wanita Chinese. Lagipula, panggilan “Cie” akan membuatnya merasa
lebih muda.
Sejak hari itu, aku semakin akrab dengan
keluarga Tante Yeni. Apalagi kemudian Tante Yeni memintaku untuk
memberikan kursus privat komputer pada Edy dan Johan, dua anaknya yang
masing-masing kelas duduk di kelas 1 SMP dan kelas 6 SD. Sedangkan untuk
Cynthia, aku memberikan privat piano klasik. Karena rumahnya dekat, aku
mau saja. Lagi pula Tante Yeni setuju membayarku tinggi.
Aku dan Tante Yeni sering ber-SMS ria,
terutama kalau ada tebakan dan SMS lucu. Dimulai dari ketidaksengajaan,
suatu kali aku bermaksud mengirim SMS ke Ria yang isinya, “Hai say.. Lg
ngapain? I miz u. Pengen deh sayang-sayangan ama u lagi.. Aku pengen
kita bercinta lagi..”
Karena waktu itu aku juga baru saja
ber-SMS dengan Tante Yeni, refleks tanganku mengirimkan SMS itu ke Tante
Yeni! Aku sama sekali belum sadar telah salah kirim sampai kemudian
report di HP-ku datang: Delivered to Ms. Yeni! Astaga! Aku langsung
memikirkan alasan jika Tante Yeni menanyakan SMS itu. Benar! Tak lama
kemudian Tante Yeni membalas SMS salah sasaran itu.
“Wah.. Ini SMS ke siapa ya kok romantis
begini..” Wah, untung aku dan Tante Yeni sudah akrab. Jadi walaupun
nakalku ketahuan, tidak masalah.
“Maaf, Cie. Aku salah kirim. Pas lagi
horny nih. :p Maaf ya Cie..” balasku. Aku sengaja berterus terang
tentang ‘horny’ku karena ingin tahu reaksi Tante Yeni.
“Wah.. Kamu ternyata sudah berani begituan ya! SMS itu buat pacarmu ya?”
“Bukan Cie. Itu TTH-ku. Teman Tapi Hot.. Hahaha.. Tidak ada ikatan kok, Cie..”
Beberapa menit kemudian, Tante Yeni tidak membalas SMS-ku. Mungkin sedang sibuk. Oh, tidak, ternyata Tante Yeni meneleponku.
“Lagi dimana Boy?” Tanya Tante Yeni. Suaranya lebih akrab daripada biasanya.
“Di kamar sendirian, Cie. Maaf ya tadi
SMS-ku salah kirim. Jadi ketahuan deh aku lagi pengen..” jawabku.
Kudengar Tante Yeni tertawa lepas. Baru kali ini aku mendengarnya
tertawa sebebas ini.
“Aku tadi kaget sekali. Kupikir si Boy ini anaknya alim, dan tidak mengerti begitu-begituan. Ternyata.. Hot sekali!”
“Hm.. Tapi memang aku alim lho, Cie..” kataku bercanda.
“Wee.. Alim tapi ngajak bercinta.. Siapa tuh cewek?”
“Ya teman lama, Cie. Partner sex-ku yang
pertama.” Aku bicara blak-blakan. Bagiku sudah kepalang tanggung. Aku
rasa Tante Yeni bisa mengerti aku.
“Wah.. Kok dia mau ya tanpa ikatan
denganmu?” tanyanya heran. Aku yang dulu juga sering heran. Tetapi
memang pada kenyataannya, sex tanpa ikatan sudah bukan hal baru di jaman
ini.
“Kami bersahabat baik, Cie. Sex hanya sebagian kecil dari hubungan kami.” Jawabku apa adanya.
Aku tidak mengada-ada. Dalam beberapa
bulan kami berteman, aku baru satu kali bercinta dengan Ria. Jauh lebih
banyak kami saling bercerita, menasehati dan mendukung.
“Wah.. Baru tahu aku ada yang seperti itu di dunia ini. Kalau kalian memang cocok, kenapa tidak pacaran saja?”
“Kami belum ingin terikat. Terkadang
pacaran malah membuat batasan-batasan tertentu. Ada aturan, ada
tuntutan, ada konsekuensi yang harus ditanggung. Dan kami belum
menginginkan itu.”
“Lalu, apa partnermu cuma si Ria dan partner Ria cuma kamu?” selidik Tante Yeni.
“Kalau tentang Ria aku tidak tahu. Tapi
tidak masalah bagiku dia bercinta dengan pria lain. Aku pun begitu. Tapi
tentu saja kami sama-sama bertanggung jawab untuk berhati-hati. Kami
sangat selektif dalam bercinta. Takut penyakit, Cie.”
“Oh.. Safe Sex ya? “
“Yup! Oh ya dari tadi aku seperti obyek
wawancara. Tante sendiri bagaimana dengan Om? Kapan terakhir berhubungan
sex?” tanyaku melangkah lebih jauh. Kudengar Tante Yeni menarik nafas
panjang. Wah.. Ada apa-apa nih, pikirku.
“Udah kira-kira 2 bulan yang lalu, Boy.” Jawabnya.
Lama sekali. Pasti ada yang tidak wajar. Aku jadi ingin tahu lebih banyak lagi.
“Ko Fery Impotent ya Cie?”
“Oh tidak.. Entah kenapa, dia sepertinya
tidak bergairah lagi padaku. Padahal dia dulu sangat menyukai sex.
Minimal satu minggu satu kali kami berhubungan.”
“Lho, Cie Yeni berhak minta dong. Itu
kan nafkah batin. Setiap orang membutuhkannya. Sudah pernah berterus
terang, Cie?” tanyaku.
“Aku sih pernah memberinya tanda bahwa
aku sedang ingin bercinta. Tetapi dia kelihatannya sedang tidak mood.
Aku tidak mau memaksa siapa pun untuk bercinta denganku.”
“Oh.. Kalau Boy sih tidak perlu dipaksa,
juga mau dengan Cie Yeni..” godaku asal saja. Toh kami sudah akrab dan
ini memang waktu yang tepat untuk mengarah ke sana.
“Boy, kamu itu cakep. Masa mau dengan orang seumuran aku? Suamiku saja tidak lagi tertarik denganku..”
“Cie Yeni serius? Aku tidak menyangka
lho Cie Yeni bisa bicara seperti ini. Cie Yeni masih muda. 35 tahun.
Seksi dan modis. Kok bisa-bisanya rendah diri ya? Padahal Cie Yeni
terlihat sangat mandiri di mataku..” aku tak bisa menyembunyikan
keterkejutanku. Bagaimana bisa, sebuah SMS salah sasaran, dalam waktu
singkat bisa berubah menjadi obrolan sex yang sangat terang-terangan
seperti ini.
“Kamu lagi nganggur kan? Datang ke rumahku sekarang ya? Suamiku tidak ada di rumah kok. Dia masih di kantor.”
Telepon ditutup. Darahku berdesir.
Benarkah ini? Seperti mimpi. Sangat cepat. Bahkan aku tidak pernah
bermimpi sebelumnya untuk mendapatkan Tante Yeni. Selama ini aku sangat
menghormatinya sebagai clientku. Sebagai orang tua dari murid privatku.
Bergegas aku mengambil kunci mobil dan
pergi ke rumah Tante Yeni. Di sepanjang jalan aku masih tak habis pikir.
Apakah benar nanti aku akan bercinta dengan Tante Yeni? Rasanya
mustahil. Ada Cynthia dan Mbak Ning di rumahnya. Belum lagi kalau
ternyata Edy dan Johan juga sudah pulang dijemput sopirnya.
Sampai di rumah Tante Yeni, ternyata
rumahnya sedang sepi. Cynthia sedang tidur dan hanya Mbak Ning yang
sedang santai menonton televisi.
“Di tunggu Ibu di ruang computer, Kak.” Kata Mbak Ning. Dia memanggilku ‘kakak’ karena usiaku masih lebih tua darinya.
“Oh iya.. Terima kasih, Ning. Ada urusan
sedikit dengan programnya nih.” Kataku memberikan alasan kalau-kalau
Mbak Ning bertanya-tanya ada apa aku datang.
Aku masuk ke ruang computer yang di dalamnya juga ada piano dan lemari berisi buku-buku koleksi Tante Yeni.
“Tutup saja pintunya, Boy.” Kata Tante Yeni.
Tiba-tiba jantungku berdebar sangat
keras. Entah mengapa, berbeda dengan menghadapi Lucy, Ria dan Ita, aku
merasa aneh berdiri di depan seorang wanita mungil yang usianya di
atasku. Setelah aku menutup pintu, belum sempat aku duduk, Tante Yeni
sudah melangkah menghampiriku. Dia memelukku. Tingginya cuma sebahuku.
Harum tubuhnya segera membuatku berdesir. Pelukannya sangat lembut.
Kepalanya disandarkan ke dadaku.
Aku tak tahu harus berbuat apa. Ini
adalah pengalaman pertamaku dengan wanita yang usianya di atasku. Aku
takut salah. Apa aku harus berdiam diri saja? Memeluknya? Menciumnya?
Atau langsung saja mengajaknya bercinta? Pikiranku saling memberi ide.
Banyak ide bermunculan di otakku. Beberapa saat lamanya aku bingung.
Pusing tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya aku memilih tenang. Aku
ingin tahu apa yang Tante Yeni inginkan. Aku akan mengikutinya. Kali ini
aku main safe saja. No risk taking this time.
“Cie Yeni adalah masalah?” bisikku.
Kurasakan pelukan Tante Yeni semakin erat. Dia tidak menjawab. Aku juga
diam. Benar-benar situasi baru. Pengalaman baru. Kurasakan penisku tidak
bergerak. Rupanya pelukan Tante Yeni tidak membangkitkan gairahku.
“Aku cuma ingin memelukmu. Sudah lama
aku tidak merasa senyaman ini di pelukan seorang laki-laki. Kamu tidak
keberatan kan aku memelukmu?” akhirnya Tante Yeni berbicara.
“Tentu saja aku tidak keberatan, Cie.
Peluk saja sepuas Cie Yeni. Apapun yang Cie Yeni inginkan dariku, kalau
aku mampu, aku akan melakukannya.” Kurasakan tangannya mencubitku.
“Sok romantis kamu, Boy. Aku bukan gadis
remaja yang bisa melayang mendengar kata-kata rayuanmu.. Wuih, apapun
yang kau inginkan dariku.. Aku akan melakukannya.. Hahaha.. Gak usah
pakai begituan. Aku sudah sangat senang kalau kamu mau kupeluk begini..”
Benar juga kata Cie Yeni. Hari itu aku
belajar menghadapi wanita dewasa. Belajar apa yang mereka butuhkan. Bagi
Tante Yeni, kata-kata manis tidak diperlukan. Tapi tentu saja, aku
tidak seratus persen percaya. Bagiku, tidak ada wanita di dunia ini yang
bisa menolak pujian dengan tulus. Perasaan wanita sangat peka. Wanita
punya sense untuk mencerna setiap kata-kata pria. Apakah rayuan, apakah
pujian yang tulus, atau hanya bunga bahasa untuk tujuan tertentu. Dan
aku memilih untuk memujinya dengan setulus hatiku.
“Cie Yeni, aku beruntung bisa dipeluk
wanita sepertimu. Siapa sangka SMS salah kirim bisa berhadiah pelukan?”
candaku. Memang benar aku merasa beruntung. Ini bukan bunga bahasa,
bukan rayuan. Dan aku yakin perasaan Cie Yeni akan menangkap
ketulusanku.
“Yah.. Aku simpati denganmu yang bisa
bergaul akrab dengan anak-anakku. Kamu juga tidak merendahkan si Ning.
Kulihat memang pantas kau mendapatkan pelukanku, Boy..” bisik tante Yeni
lagi. Kali ini wajahnya mendongak menatapku. Ada senyum tipis menghias
bibirnya. Ugh.. Aku jadi ingin menciumnya.
Di satu sisi aku tahu bahwa aku salah.
Tante Yeni sudah berkeluarga dan keluarganya harmonis. Tapi di sisi
lainnya, sebagai cowok normal aku menikmati pelukan itu. Bahkan aku
ingin lebih dari sekedar pelukan. Aku ingin menciumnya, melepaskan
pakaiannya, dan memberinya sejuta kenikmatan. Apalagi Tante Yeni sudah 2
bulan lebih tidak mendapatkan nafkah batin. Pasti dia sangat haus
sekarang. Aku mulai memperhitungkan situasi. Kami dalam ruang tertutup
yang walaupun tidak terkunci, cukup aman untuk beberapa saat. Mbak Ning
tidak mungkin masuk tanpa permisi. Satu-satunya kemungkinan gangguan
adalah Cynthia.
Perlahan aku memberanikan diri menyentuh
wajah Tante Yeni. Dengan dua buah jariku, aku membelai wajahnya lembut.
Mataku menatapnya penuh arti. Kulihat Tante Yeni gelisah, tetapi ia
menikmati sentuhanku di wajahnya. Aku menggerakkan wajahku menunduk
mencari bibirnya. Sekejap kami berciuman. Bibirnya sangat penuh. Sangat
hangat. Baru beberapa detik, ciuman kami terlepas. Tante Yeni
menyandarkan kepalanya ke dadaku.
“Aku salah, Boy. Aku mulai menyayangimu..” bisiknya nyaris tak kudengar.
Aku yang sudah merasakan ciumannya
mendadak ingin lebih lagi. Dasar cowok!, rutukku dalam hati. Apalagi aku
sedang horny. Aku mencoba mengangkat wajahnya lagi. Ada sedikit
penolakan, tapi wajahnya menatapku kembali. Aku tak berani menciumnya.
Dan Tante Yeni menciumku, menghisap bibirku, memasukkan lidahnya,
menggigit kecil bibirku. Dan akhirnya kami bercumbu dengan hasrat
membara. Kami sama-sama kehausan.. Agh.. Aku tak peduli lagi. Wanita
yang kuhormati ini sedang kupeluk dan kucumbu. Dia membutuhkanku dan aku
juga membutuhkannya. Yang lain dipikirkan nanti saja. Nikmati saja
dulu, pikirku cepat.
Aku segera menggendongnya dan
membantunya duduk di atas meja. Dengan begini aku akan lebih leluasa
mencumbunya. Bibir kami saling melumat. Bergerak lincah saling berlomba
memberi kenikmatan tiada tara. Tanganku mulai bergerak ke arah
payudaranya. Aku meraba payudaranya dari luar. Memberi remasan ringan
dan gerakan memutar yang membuat Tante Yeni menggelinjang. Perlahan aku
menyusupkan tanganku ke balik pakaiannya. Kurasakan tanganku tertahan.
Tante Yeni menolak. Rupanya dia hanya ingin bercumbu denganku.
Dasar cowok, aku mana tahan? Sudah
kepalang tanggung. Aku nekat tetap memasukkan tanganku dan dengan cepat
aku berhasil melepas kait bra-nya. Payudaranya terasa utuh di tanganku,
masih sangat kencang, masih sangat peka dengan rangsangan. Buktinya
Tante Yeni bergetar hebat saat aku meremas payudaranya.
“Gila kamu, Boy. Aku tidak memerlukan ini semua.. Cukup peluk aku!” tegur Tante Yeni.
Aku tahu pikirannya memang menolak, tapi
tubuhnya tidak. Aku tetap merangsang payudaranya. Gerakan menolak tante
Yeni melemah. Dan akhirnya hanya desahan nafasnya yang memburu yang
menandakan birahinya telah bangkit. Dengan mulutku aku membuka
kancing-kancing kemejanya. Cukup sulit, karena ini baru pertama kali
kulakukan. Tapi berhasil juga. Tante Yeni tertawa melihat ulahku.
Kini aku bebas mencumbu payudaranya.
Kujilat dan kuhisap puting susunya. Tante Yeni melenguh panjang. Kedua
tangannya mencengkeram kepalaku. Wajahnya mencium rambutku. Sesekali dia
menggigit telingaku, sementara kepalaku, lidahku, bergerak bebas
merangsang payudaranya. Ugh, begitu enak dan nikmat. Payudaranya tidak
terlalu besar namun seksi sekali. Warnanya coklat kekuningan dengan
puting yang cukup besar.
Aku bermain cukup lama di putingnya.
Menggigit ringan, menyapukan lidahku, menghisapnya lembut sampai agak
keras. Kadangkala hidungku juga kumainkan di putingnya. Nafas Tante Yeni
semakin memburu. Tentu saja untuk masalah nafas, aku lebih kuat darinya
karena aku rajin berolahraga menjaga stamina.
Tak lama tanganku menyusup ke balik
roknya untuk mencari vaginanya dan membelainya dari luar. Kurasakan
celana dalamnya telah basah. Tante Yeni merapatkan kakinya. Itu adalah
penolakan yang kedua. Kepalanya menggeleng ketika kutatap matanya. Aku
terus menatap matanya dan kembali mencumbunya. Aku tidak akan
memaksanya. Tetapi aku punya cara lain. Aku akan membuatnya semakin
terangsang dan semakin menginginkan persetubuhan. Perlahan cumbuanku
turun ke lehernya.
“Ergh,” kudengar lenguhannya. Wah,
lehernya sensitif nih, pikirku. Dengan intensif aku mencumbunya di
leher. Bergerak ke tengkuk hingga membuatnya semakin erat memelukku dan
mencumbu telinganya.
“Boy..” rintihnya. Telinganya juga sensitif.
Aku bersorak. Semakin banyak titik
tubuhnya yang sensitif, semakin bagus. Lalu tanganku meraba punggungnya.
Membuat gerakan berputar-putar dan seolah menuliskan sesuatu di
punggungnya. Tante Yeni semakin bergairah.
“Ka.. mu.. Na.. kal. Kamu pin.. Pintar sekali membuatku.. Bergairah..” jawabnya terputus-putus. Nafasnya semakin memburu.
“Cie Yeni cantik sekali. Aku sangat
menginginkanmu, Cie.. Aku ingin membuatmu merasakan kenikmatan tertinggi
bersamaku..” bisikku sambil terus mencium telinganya.
“Aku juga menginginkanmu Boy.. Tapi aku takut..” jawab tante Yeni.
Ya, aku harus membuatnya merasa aman.
Dengan gerakan cepat aku melepaskan pelukanku, mengganjal pintu dengan
kursi dan kembali mencumbunya. Saat itu di pikiranku cuma satu. Mengunci
pintu justru tidak baik. Mengganjal pintu jauh lebih baik. Kulihat
Tante Yeni merespons ciumanku dengan lebih kuat. Tanganku kembali
mencoba merangsang vaginanya. Kali ini kakinya agak terbuka. Aku
berhasil memasukkan jariku dan menyentuh vaginanya.
“Aahh..” Tante Yeni semakin terangsang.
Kakinya terbuka semakin lebar. Kini aku sangat leluasa merangsang
vaginanya. Jariku masuk menemukan klitoris dan membuatnya makin hebat
dilanda badai birahi.
Entahlah, aku sangat tenang dalam
melakukannya. Semakin intensif aku merangsang titik-titik lemah
tubuhnya, aku semakin tenang. Aku seperti maestro yang sangat ahli
melakukan tugasnya. Wah, rupanya aku berbakat dalam menyenangkan wanita,
pikirku sampai tersenyum sendiri.
Tante Yeni semakin dilanda birahi.
Tangannya kini tidak malu-malu melepas kancing celanaku dan mencari
penisku. Setelah menemukannya di balik celana dalamku, dia meremas dan
mengocoknya. Aku semakin terbakar. Kami sama-sama terbakar hebat.
Perlahan aku melepas turun celana dalamnya. Tidak perlu dilepas. Aku
menatap matanya meminta persetujuannya. Mata Tante Yeni nanar. Dia
sangat kehausan dan sudah pasrah menerima apa pun perbuatanku.
Perlahan penisku menembus liang
vaginanya tanpa kondom. Aku merasakan kenikmatan yang dahsyat.
Benar-benar jauh lebih nikmat dibandingkan dengan memakai kondom. Aku
berani tanpa kondom karena aku yakin dengan kesehatan Tante Yeni.
Aku mulai melakukan tugasku. Mendorong
masuk, menarik keluar, memutar, memompa kembali dan kami bercinta dengan
dahsyat. Suara penisku yang mengocok vaginanya terdengar khas. Aku
mengerahkan segenap kekuatanku untuk menaklukkannya. Tetapi benar-benar
tanpa kondom membuatku penisku lebih sensitif hingga belum begitu lama,
aku sudah merasakan di ambang orgasme.
Segera kuhentikan aksiku. Kucabut
penisku dan aku menenangkan diri. Kami berciuman. Aku tak mau birahi
Tante Yeni surut. Setelah agak tenang aku kembali memasukkan penisku.
Kali ini aku tidak menggebu dalam memompa penisku. Aku memilih
menikmatinya perlahan-lahan. Setiap sodokan aku lakukan dengan segenap
hati hingga menghasilkan desahan dan rintihan nikmat Tante Yeni yang
sudah dua bulan tidak merasakan nikmatnya bercinta.
Gelombang badai birahi kembali melanda.
Keringat kami bercucuran, lumayan untuk membakar lemak. Kami memang
sedang berolahraga, olahraga paling nikmat sedunia. Making love.
Bercinta sangat baik untuk tubuh. Tidak hanya tubuh, tetapi pikiran juga
jadi fresh. Secara teoretis, ada semacam zat penenang yang dihasilkan
tubuh saat kita bersenggama, dan zat itu membuat kita sangat nyaman.
Aku heran juga dengan diriku yang
ternyata cukup kuat bercinta tanpa kondom. Penisku terasa agak panas.
Aku belajar menahan nafas dan sesekali saat kurasakan aku hendak
mencapai puncak, aku menghentikan kocokanku. Cukup sulit memang menahan
orgasme. Aku berusaha seperti menahan kencing. Dan usahaku berhasil.
Setidaknya aku bisa bercinta cukup lama mengimbangi Tante Yeni yang
perlahan tapi pasti semakin menuju puncak. Muka tante Yeni semakin
kemerahan. Wajahnya yang mungil tampak sangat cantik ketika sedang
dilanda birahi.
“Cie Yeni cantik sekali.. Hebat juga
ketika bercinta..” bisikku. Lidahku kembali mencumbui payudaranya yang
semakin penuh dengan keringat.
“Arg.., kamu juga.. Enak sekali, Boy..” ceracaunya.
Tante Yeni bolak-balik memejamkan mata,
membuka mata dan menggigit bibirnya. Nafasnya sangat tidak teratur.
Ngos-ngosan dan rambutnya semakin acak-acakan terkena keringat. Wah,
pemandangan yang seksi sekali saat seorang wanita bercinta.
Sebenarnya aku ingin mengubah posisi
lagi. Aku ingin lebih lama bercinta. Tetapi aku agak khawatir juga.
Sudah cukup lama kami di dalam ruangan ini. Aku khawatir Mbak Ning nanti
tiba-tiba mengintip atau mencuri dengar. Aku khawatir karena Mbak Ning
cukup punya kecerdasan untuk berpikir yang tidak-tidak.
Dari bahasa tubuh Tante Yeni, aku yakin
orgasmenya sudah semakin dekat. Gerakan tubuhnya semakin cepat.
Cengkeraman tangannya di punggungku kurasa telah melukai punggungku.
Terkadang giginya bergemeretak menahan nikmat. Dia tampak sekali
berusaha untuk tidak menjerit.
“Agh.. Arrhhk.. Aku sudah ham.. pir..” rintihnya.
Tanganku meraih bra Tante Yeni dan
meletakkannya di mulutnya supaya dia bisa menggigit bra itu. Daripada
menjerit, lebih baik menggigit bra sekuatnya. Penisku semakin gencar
menghunjam vaginanya. Sodokanku semakin kuat dan temponya kupercepat.
Aku belajar untuk sama-sama mencapai orgasme dengan Tante Yeni walaupun
menurutku sangat sulit untuk bisa orgasme bersamaan. Setidaknya, aku
berencana membiarkannya orgasme terlebih dulu, baru aku menyusul.
“Arghh.. Ya.. Terus.. Yah.. Dikit lagi..” erang Tante Yeni agak tidak jelas karena sambil menggigit bra.
Aku menjaga semangat dan menjaga penisku
agar tetap kuat bertempur. Kurasakan penisku juga semakin panas. Aku
juga sudah mendekati puncak. Aliran sperma dari bawah sudah merambat
naik siap menyembur. Gerakan Tante Yeni semakin menyentak-nyentak.
Untung meja di ruangan itu adalah meja kayu yang kosong. Kalau
seandainya ada buku atau ballpoint pasti sudah berantakan terlempar.
Beberapa saat kemudian aku merasakan
tubuh Tante Yeni bergetar hebat. Menghentak-hentak dan tangannya
mencengkeram sangat-sangat-sangat-kuat. Dia memelukku sangat erat. Dari
mulutnya keluar semacam raungan yang tertahan.. Seandainya ini di kamar
hotel, pasti dia sudah menjerit sepuasnya.
“Aargghh.. Sstt..”
Aku merasakan ada cairan hangat meleleh
keluar. Tidak seberapa banyak tetapi membuat penisku semakin panas.
Tante Yeni orgasme sementara aku juga sudah semakin dekat. Inilah
saatnya. Aku mempercepat kocokanku. Cepat.. Dan aku mencabut penisku.
Crot..!! Srr.. R.. Srr.. Srr.. Spermaku
berhamburan muncrat di perut dan dada Tante Yeni. Ah.., nikmat sekali
mencapai puncak. Perjuanganku tidak sia-sia. Aku yang selama ini rutin
berlatih menahan kencing, melatih otot-otot perut dan penisku, sukses
mengantarkan Tante Yeni menggapai orgasmenya. Dibandingkan ketika making
love dengan Ria dan Ita, kali ini lebih mendebarkan dan menantang. I
did it.
Tante Yeni segera mencari tissue dan
membersihkan ceceran spermaku. Kurang dari semenit kemudian dia sudah
memakai bra dan kemejanya kembali. Celana dalam dan roknya tinggal
merapikan saja. Aku pun tinggal merapikan celanaku.
Beberapa saat kami berpandangan. Ada
rona puas di wajah Tante Yeni. Dia tersenyum manis. Sekarang dia bukan
lagi sekedar clientku. Bukan lagi sekedar orang tua muridku. Sekarang
dia adalah partner sex-ku. Ada rasa aneh menjalar di tubuhku. Aku
tiba-tiba merasa begitu menghormati wanita di hadapanku ini. Sinar
matanya yang tegas, pembawaannya yang mandiri, dikombinasi dengan senyum
dan kelembutannya, sungguh mempesona. Aku sangat bangga bisa memberinya
kenikmatan.
“Maaf Cie.. Sudah melangkah jauh sekali..” kataku.
“Ya! Kamu tidak sopan sekali, tadi!” katanya bergurau tetapi dalam nada agak tegas.
Kami pun tertawa bersama. Aku
memeluknya. Mencium dahinya. Merapikan rambutnya yang agak basah terkena
keringat. AC di ruangan itu sangat membantu tubuh kami cepat kering.
“Habis Cie Yeni, sudah tahu aku lagi horny malah diundang kemari..” kataku membela diri.
“Terus terang aku juga lagi pengen, Boy.
Begitu tahu kamu ternyata sudah pengalaman, aku jadi tergoda denganmu.
Tapi memang tadi aku sangat takut melangkah. Untung kamunya nekat.. Aku
jadi terpuaskan, deh. Makacih ya..”
Ya ampun.. Bisa-bisanya Tante Yeni
bicara manja seperti ini. Aku sampai merasa bagaimana.. gitu. Aneh.
Wanita memang makhluk paling aneh sedunia. Di balik penampilannya yang
keras dan tegar, toh dia tetap wanita juga. Sisi lembutnya tetap ada.
“Ya.. Aku juga senang sekali bisa
memuaskan Cie Yeni. Aku juga belajar banyak lho. Sepertinya tadi Cie
Yeni kurang suka dengan permainan tanganku di vagina ya?”
“Bukan begitu. Aku tidak tahu apakah tanganmu bersih atau tidak. Tapi lama kelamaan karena enak, ya sudah.. diteruskan saja..”
“Oh jangan kuatir.. Aku selalu sedia
handy desinfectant kok. Biar tanganku bebas kuman.” Kataku
menenangkannya. Aku tadi memang pakai handy desinfectant, tapi kan tetap
saja aku pegang setir mobil. Haha.. Yang ini tidak aku ceritakan.
(Kalau Cie Yeni baca cerita ini, maafin ya..)
“Yah baguslah. Aku juga suka karena kamu
selalu terlihat bersih dan harum..” tante Yeni mencium bibirku lagi.
Kami kembali berpagutan. Lidahku kembali menerobos mulutnya. Menekan
lidahnya, saling bergelut. Kami terus berciuman sambil berpelukan.
Banyak pria melupakan kenyataan bahwa
ada hubungan yang harus dibina setelah kita berhubungan sex. Setelah
terjadi orgasme, wanita tetap membutuhkan sentuhan, pelukan dan ciuman.
Wanita sangat berharga. Jangan sampai kita para pria, begitu mendapatkan
orgasme, langsung selesai begitu saja. Harus Ada after orgasm service.
Ini adalah salah satu kunci yang aku pegang untuk membuat wanita merasa
nyaman bersamaku. Kami berpelukan dan dengan jelas aku mendengar suara
Tante Yeni..
“Aku menyayangimu, Boy. Terima kasih
buat semuanya. Aku merasa dihargai dan dibutuhkan olehmu..” kata-kata
ini tidak akan pernah aku lupakan. Kalau Cie Yeni membaca cerita ini,
Cie Yeni pasti ingat bahwa kata-katanya sama persis dengan yang kutulis.
(Kecuali namaku, yaa.. Hehe).
Sebetulnya aku harus menanyakan arti sex
bagi Tante Yeni. Tapi aku menundanya. Aku pikir aku bisa menanyakannya
lain kali. Entah mengapa aku tidak bertanya.
Lalu kami keluar dari ruangan itu. Aku
tidak melihat Mbak Ning. Sengaja aku ke kamar mandi dan kemudian aku
mengintip ke kamar Mbak Ning dari kaca nako kamarnya. Astaga, dia sedang
berganti baju.
“Hayo.. Ngintip! Dasar cowok!” hardik Mbak Ning. Aku terkejut tapi tertawa.
“Maaf-maaf, kupikir dimana tadi kok tidak ada.. Aku pulang dulu ya..”
“Ya.. Ya.. Buka sendiri pagarnya yaa”
0 comments:
Post a Comment