Ini merupakan sebuah cerita ngentot tante janda montok.
Kisah ini terjadi kurang lebih setahun yang lalu. Tepatnya awal bulan
mei 2003. Panggil saja namaku Roni. Usiaku saat ini 27 tahun.
Dikampungku ada seorang janda berusia 46 tahun, namanya panggil aja
Tente Ken. Meski usianya sudah kepala empat dan sudah punya 3 orang anak
yang sudah besar-besar, namun tubuhnya masih tetap tampak bagus dan
terawat. Tante Ken mempunyai wajah yang cantik dengan rambut sebahu.
Kulitnya putih bersih. Selain itu yang membuatku selama ini terpesona
adalah payudara tante Ken yang luar biasa montok. Perkiraanku
payudaranya berukuran 36C. Ditambah lagi pinggul aduhai yang dimiliki
oleh janda cantik itu.
Bodi tante Ken yang indah itulah yang
membuatku tak dapat menahan birahiku dan selalu berangan-angan bisa
menikmati tubuhnya yang padat berisi. Setiap melakukan onani, wajah dan
tubuh tetanggaku itu selalu menjadi inspirasiku.
Pagi itu jam sudah menunjukan angka tujuh. Aku sudah bersiap untuk berangkat ke kampus. Motor aku
jalankan pelan keluar dari gerbang rumah. Dikejauhan aku melihat sosok seorang wanita yang berjalan sendirian. Mataku secara reflek terus mengikuti wanita itu. Maklum aja, aku terpesona melihat tubuh wanita itu yang menurutku aduhai, meskipun dari belakang. Pinggul dan pantatnya sungguh membuat jantungku berdesir. Saat itu aku hanya menduga-duga kalau wanita itu adalah tante Ken. Bersamaan dengan itu, celanaku mulai agak sesak karena kontolku mulai tidak bisa diajak kompromi alias ngaceng berat.
Perlahan-lahan motor aku arahkan agak mendekat agar yakin bahwa wanita itu adalah tante Ken.
jalankan pelan keluar dari gerbang rumah. Dikejauhan aku melihat sosok seorang wanita yang berjalan sendirian. Mataku secara reflek terus mengikuti wanita itu. Maklum aja, aku terpesona melihat tubuh wanita itu yang menurutku aduhai, meskipun dari belakang. Pinggul dan pantatnya sungguh membuat jantungku berdesir. Saat itu aku hanya menduga-duga kalau wanita itu adalah tante Ken. Bersamaan dengan itu, celanaku mulai agak sesak karena kontolku mulai tidak bisa diajak kompromi alias ngaceng berat.
Perlahan-lahan motor aku arahkan agak mendekat agar yakin bahwa wanita itu adalah tante Ken.
“Eh tante Ken. Mau kemana tante?”, sapaku.
Tante Ken agak kaget mendengar suaraku. Tapi beliau kemudian tersenyum manis dan membalas sapaanku.
“Ehm.. Kamu Ron. Tante mau ke kantor. Kamu mau ke kampus?”, tante Ken balik bertanya.
“Iya nih tante. Masuk jam delapan. Kalau gitu gimana kalau tante saya anter dulu ke kantor? Kebetulan saya bawa helm satu lagi”, kataku sambil menawarkan jasa dan berharap tante Ken tidak menolak ajakanku.
“Nggak usah deh, nanti kamu terlambat sampai kampus lho.”
“Iya nih tante. Masuk jam delapan. Kalau gitu gimana kalau tante saya anter dulu ke kantor? Kebetulan saya bawa helm satu lagi”, kataku sambil menawarkan jasa dan berharap tante Ken tidak menolak ajakanku.
“Nggak usah deh, nanti kamu terlambat sampai kampus lho.”
Suara tante Ken yang empuk dan lembut sesaat membuat penisku semakin menegang.
“Nggak apa-apa kok tante. Lagian kampus
saya kan sebenarnya dekat”, kataku sambil mataku selalu mencuri pandang
ke seluruh tubuhnya yang pagi itu mengenakkan bletzer dan celana
panjang. Meski tertutup oleh pakaian yang rapi, tapi aku tetap bisa
melihat kemontokan payudaranya yang lekukannya tampak jelas.
“Benar nih Roni mau nganterin tante ke kantor? Kalau gitu bolehlah tante bonceng kamu”, kata tante Ken sambil melangkahkan kakinya diboncengan.
“Benar nih Roni mau nganterin tante ke kantor? Kalau gitu bolehlah tante bonceng kamu”, kata tante Ken sambil melangkahkan kakinya diboncengan.
Aku sempat agak terkejut karena cara
membonceng tante yang seperti itu. Tapi bagaimanapun aku tetap
diuntungkan karena punggungku bisa sesekali merasakan
empuknya payudara tante yang memang sangat aku kagumi. Apalagi ketika melewati gundukan yang ada di jalan, rasanya buah dada tante semakin tambah menempel di punggungku. Pagi itu tante Ken aku anter sampai ke kantornya. Dan aku segera menuju ke kampus dengan perasaan senang.
empuknya payudara tante yang memang sangat aku kagumi. Apalagi ketika melewati gundukan yang ada di jalan, rasanya buah dada tante semakin tambah menempel di punggungku. Pagi itu tante Ken aku anter sampai ke kantornya. Dan aku segera menuju ke kampus dengan perasaan senang.
Waktu itu hari sabtu. Kebetulan kuliahku
libur. Tiba-tiba telepon di sebelah tempat tidurku berdering. Segera
saja aku angkat. Dari seberang terdengar suara lembut seorang wanita.
“Bisa bicara dengan Roni?”
“Iya saya sendiri?”, jawabku masih dengan tanda tanya karena merasa asing dengan suara ditelepon.
“Selamat pagi Roni. Ini tante Ken!”, aku benar-benar kaget bercampur aduk.
“Se.. Selamat.. Pa.. Gi tante. Wah tumben nelpon saya. Ada yang bisa saya bantu tante?”, kataku agak gugup.
“Pagi ini kamu ada acara nggak Ron? Kalau nggak ada acara datang ke rumah tante ya. Bisa kan?”, pinta tante Keny dari ujung telepon.
“Eh.. Dengan senang hati tante. Nanti sehabis mandi saya langsung ke tempat tante”, jawabku. Kemudian sambil secara reflek tangan kiriku memegang kontolku yang mulai membesar karena membayangkan tante Ken.
“Baiklah kalau begitu. Aku tunggu ya. Met pagi Roni.. Sampai nanti!” Suara lembut tante Ken yang bagiku sangat menggairahkan itu akhirnya hilang diujung tepelon sana.
“Iya saya sendiri?”, jawabku masih dengan tanda tanya karena merasa asing dengan suara ditelepon.
“Selamat pagi Roni. Ini tante Ken!”, aku benar-benar kaget bercampur aduk.
“Se.. Selamat.. Pa.. Gi tante. Wah tumben nelpon saya. Ada yang bisa saya bantu tante?”, kataku agak gugup.
“Pagi ini kamu ada acara nggak Ron? Kalau nggak ada acara datang ke rumah tante ya. Bisa kan?”, pinta tante Keny dari ujung telepon.
“Eh.. Dengan senang hati tante. Nanti sehabis mandi saya langsung ke tempat tante”, jawabku. Kemudian sambil secara reflek tangan kiriku memegang kontolku yang mulai membesar karena membayangkan tante Ken.
“Baiklah kalau begitu. Aku tunggu ya. Met pagi Roni.. Sampai nanti!” Suara lembut tante Ken yang bagiku sangat menggairahkan itu akhirnya hilang diujung tepelon sana.
Pagi itu aku benar-benar senang
mendengar permintaan tante Ken untuk datang ke rumahnya. Dan pikiranku
nglantur kemana-mana. Sementara tanganku masih saja mengelus-elus
penisku yang makin lama, makin membesar sambil membayangkan jika yang
memegang kontolku itu adalah tante Ken. Karena hasratku sudah menggebu,
maka segera saja aku lampiaskan birahiku itu dengan onani menggunakan
boneka didol montok yang aku beli beberapa bulan yang lalu.
Aku bayangkan aku sedang bersetubuh
dengan tante Ken yang sudah telanjang bulat sehingga payudaranya yang
montok menunggu untuk dikenyut dan diremas. Mulut dan tanganku segera
menyapu seluruh tubuh boneka itu.
“Tante… Tubuhmu indah sekali. Payudaramu
montok sekali tante. Aaah.. Ehs.. Ah”, mulutku mulai merancau
membayangkan nikmatnya ML dengan tante Ken.
Karena sudah tidak tahan lagi, segera
saja batang penisku, kumasukkan ke dalam vagina didol itu. Aku mulai
melakukan gerakan naik turun sambil mendekap erat dan menciumi bibir
boneka yang aku umpamakan sebagai tante Ken itu dengan penuh nafsu.
“Ehm.. Ehs.. Nikmat sekali sayang..”
Kontolku semakin aku kayuh dengan cepat.
“Tante.. Nikmat sekali memekmu. Aaah.. Punyaku mau keluar sayang..”, mulutku meracau ngomong sendiri.
Kontolku semakin aku kayuh dengan cepat.
“Tante.. Nikmat sekali memekmu. Aaah.. Punyaku mau keluar sayang..”, mulutku meracau ngomong sendiri.
Akhirnya tak lama kemudian penisku
menyemburkan cairan putih kental ke dalam lubang vagina boneka itu.
Lemas sudah tubuhku. Setelah beristirahat sejenak, aku kemudian segera
menuju ke kamar mandi untuk membersihkan kontol dan tubuhku.
Jarum jam sudah menunjuk ke angka 8 lebih 30 menit. Aku sudah selesai mandi dan berdandan.
Jarum jam sudah menunjuk ke angka 8 lebih 30 menit. Aku sudah selesai mandi dan berdandan.
“Nah, sekarang saatnya berangkat ke
tempat tante Ken. Aku sudah nggak tahan pingin lihat kemolekan tubuhmu
dari dekat sayang”, gumamku dalam hati.
Kulangkahkan kakiku menuju rumah tante
Ken yang hanya berjarak 100 meter aja dari rumahku. Sampai di rumah
janda montok itu, segera saja aku ketuk pintunya.
“Ya, sebentar”, sahut suara seorang wanita dari dalam yang tak lain adalah tante Ken.
Setelah pintu dibuka, mataku benar-benar
dimanja oleh tampilan sosok tante Ken yang aduhai dan berdiri persis di
hadapanku. Pagi itu tante mengenakan celana street hitam dipadu dengan
atasan kaos ketat berwarna merah dengan belahan lehernya yang agak ke
bawah. Sehingga nampak jelas belahan yang membatasi kedua payudaranya
yang memang montok luar biasa. Tante Ken kemudian mengajakku masuk ke
dalam rumahnya dan menutup serta mengunci pintu kamar tamu. Aku sempat
dibuat heran dengan apa yang dilakukan janda itu.
“Ada apa sih tante, kok pintunya harus ditutup dan dikunci segala?”, tanyaku penasaran.
Senyuman indah dari bibir sensual tante Ken mengembang sesaat mendengar pertanyaanku.
“Oh, biar aman aja. Kan aku mau ajak
kamu ke kamar tengah biar lebih rilek ngobrolnya sambil nonton TV”,
jawab tante Ken seraya menggandeng tanganku mengajak ke ruangan tengah.
Sebenarnya sudah sejak di depan pintu
tadi penisku tegang karena terangsang oleh penampilan tante Ken. Malahan
kali ini tangan halusnya menggenggam tanganku, sehingga kontolku nggak
bisa diajak kompromi karena semakin besar aja. Di ruang tengah terhampar
karpet biru dan ada dua bantal besar diatasnya. Sementara diatas meja
sudah disediakan minuman es sirup berwarna merah. Kami kemudian duduk
berdampingan.
“Ayo Ron diminum dulu sirupnya”, kata tante padaku.
Aku kemudian mengambil gelas dan meminumnya.
“Ron. Kamu tahu nggak kenapa aku minta kamu datang ke sini?”, tanya tante Ken sambil tangan kanan beliau memegang pahaku hingga membuatku terkejut dan agak gugup.
“Ehm.. Eng.. Nggak tante”, jawabku.
“Tante sebenarnya butuh teman ngobrol. Maklumlah anak-anak tante sudah jarang sekali pulang karena kerja mereka di luar kota dan harus sering menetap disana. Jadinya ya.. Kamu tahu sendiri kan, tante kesepian. Kira-kira kamu mau nggak jadi teman ngobrol tante? Nggak harus setiap hari kok..!”, kata tente Ken seperti mengiba.
Aku kemudian mengambil gelas dan meminumnya.
“Ron. Kamu tahu nggak kenapa aku minta kamu datang ke sini?”, tanya tante Ken sambil tangan kanan beliau memegang pahaku hingga membuatku terkejut dan agak gugup.
“Ehm.. Eng.. Nggak tante”, jawabku.
“Tante sebenarnya butuh teman ngobrol. Maklumlah anak-anak tante sudah jarang sekali pulang karena kerja mereka di luar kota dan harus sering menetap disana. Jadinya ya.. Kamu tahu sendiri kan, tante kesepian. Kira-kira kamu mau nggak jadi teman ngobrol tante? Nggak harus setiap hari kok..!”, kata tente Ken seperti mengiba.
Dalam hati aku senang karena kesempatan
untuk bertemu dan berdekatan dengan tante akan terbuka luas. Angan-angan
untuk menikmati pemandangan indah dari tubuh janda itu pun tentu akan
menjadi kenyataan.
“Kalau sekiranya saya dibutuhkan, ya
boleh-boleh aja tante. Justru saya senang bisa ngobrol sama tante. Biar
saja juga ada teman. Bahkan setiap hari juga nggak apa kok.”
Tante tersenyum mendengar jawabanku.
Akhirnya kami berdua mulai ngobrol tentang apa saja sambil menikmati
acara di TV. Enjoi sekali. Apalagi bau wangi yang menguar dari tubuh
tante membuat angan-anganku semakin melayang jauh.
“Ron, udara hari ini panas ya? Tante kepanasan nih. Kamu kepanasan nggak?”, tanya tante Ken yang kali ini sedikit manja.
“Ehm.. Iya tante. Panas banget. Padahal kipas anginnya sudah dihidupin”, jawabku sambil sesekali mataku melirik buah dada tante yang agak menyembul, seakan ingin meloncat dari kaos yang menutupinya.
“Ehm.. Iya tante. Panas banget. Padahal kipas anginnya sudah dihidupin”, jawabku sambil sesekali mataku melirik buah dada tante yang agak menyembul, seakan ingin meloncat dari kaos yang menutupinya.
Mata Tante Ken terus menatapku hingga
membuatku sedikit grogi, meski sebenarnya birahiku sedang menanjak.
Tanpa kuduga, tangan tante memegang kancing bajuku.
“Kalau panas dilepas aja ya Ron, biar
cepet adem”, kata tante Ken sembari membuka satu-persatu kancing bajuku,
dan melepaskannya hingga aku telanjang dada…
Aku saat itu benar-benar kaget dengan
apa yang dilakukan tante padaku. Dan aku pun hanya bisa diam
terbengong-bengong. Aku tambah terheran-heran lagi dengan sikap tente
Ken pagi itu yang memintaku untuk membantu melepaskan kaos ketatnya.
“Ron, tolongin tante dong. Lepasin kaos
tante. Habis panas sih..”, pinta tante Ken dengan suara yang manja tapi
terkesan menggairahkan.
Dengan sedikit gemetaran karena tak
menyangka akan pengalaman nyataku ini, aku lepas kaos ketat berwarna
merah itu dari tubuh tante Ken. Dan apa yang berikutnya aku lihat
sungguh membuat darahku berdesir dan penisku semakin tegang membesar
serta jantung berdetak kencang. Payudara tante Ken yang besar tampak
nyata di depan mataku, tanpa terbungkus kutang. Dua gunung indah milik
janda itu tampak kencang dan padat sekali.
“Kenapa Ron. Kok tiba-tiba diam?”, tanya tante Ken padaku.
“E.. Em.. Nggak apa-apa kok tante”, jawabku spontan sambil menundukkan kepala.
“Ala.. enggak usah pura-pura. Aku tahu kok apa yang sedang kamu pikirkan selama ini. Tante sering memperhatikan kamu. Roni sebenarnya sudah lama pingin ini tante kan?” kata tante sambil meraih kedua tanganku dan meletakkan telapak tanganku di kedua buah dadanya yang montok.
“Ehm.. Tante.. Sa.. Ya.. Ee..”, aku seperti tak mampu menyelesaikan kata-kataku karena gugup. Apalagi tubuh tante Ken semakin merapat ke tubuhku.
“Ron.. Remas susuku ini sayang. Ehm.. Lakukan sesukamu. Nggak usah takut-takut sayang. Aku sudah lama ingin menimati kehangatan dari seorang laki-laki”, rajuk tante Ken sembari menuntun tanganku meremas payudara montoknya.
“E.. Em.. Nggak apa-apa kok tante”, jawabku spontan sambil menundukkan kepala.
“Ala.. enggak usah pura-pura. Aku tahu kok apa yang sedang kamu pikirkan selama ini. Tante sering memperhatikan kamu. Roni sebenarnya sudah lama pingin ini tante kan?” kata tante sambil meraih kedua tanganku dan meletakkan telapak tanganku di kedua buah dadanya yang montok.
“Ehm.. Tante.. Sa.. Ya.. Ee..”, aku seperti tak mampu menyelesaikan kata-kataku karena gugup. Apalagi tubuh tante Ken semakin merapat ke tubuhku.
“Ron.. Remas susuku ini sayang. Ehm.. Lakukan sesukamu. Nggak usah takut-takut sayang. Aku sudah lama ingin menimati kehangatan dari seorang laki-laki”, rajuk tante Ken sembari menuntun tanganku meremas payudara montoknya.
Sementara kegugupanku sudah mulai dapat
dikuasai. Aku semakin memberanikan diri untuk menikmati kesempatan
langka yang selama ini hanya ada dalam angan-anganku saja. Dengan nafsu
yang membara, susu tante Ken aku remas-remas. Sementara bibirku dan
bibirnya saling berpagutan mesra penuh gairah. Entah kapan celanaku dan
celana tante lepas, yang pasti saat itu tubuh kami berdua sudah polos
tanpa selembar kainpun menempel di tubuh. Permaianan kami semakin panas.
Setelah puas memagut bibir tante, mulutku seperti sudah nggak sabar
untuk menikmati payudara montoknya.
“Uuhh… Aah…” Tante Ken mendesah-desah tatkala lidahku menjilat-jilat ujung puting susunya yang berbentuk dadu.
Aku permainkan puting susu yang munjung
dan menggiurkan itu dengan bebasnya. Sekali-kali putingnya aku gigit
hingga membuat Tante Ken menggelinjang merasakan kenikmatan. Sementara
tangan kananku mulai menggerayangi “vagina” yang sudah mulai basah. Aku
usap-usap bibir vagina tante dengan lembut hingga desahan-desahan
menggairahkan semakin keras dari bibirnya.
“Ron.. Nik.. Maat.. Sekali sa.. Yaang..
Uuuhh.. Puasilah tante sayang.. Tubuhku adalah milikmu”, suara itu
keluar dari bibir janda montok itu.
Aku menghiraukan ucapan tante karena sedang asyik menikmati tubuh moleknya. Perlahan setelah puas bermain-main dengan payudaranya mulutku mulai kubawa ke bawah menuju vagina tante Ken yang bersih terawat tanpa bulu. Dengan leluasa lidahku mulai menyapu vagina yang sudah basah oleh cairan.
Aku menghiraukan ucapan tante karena sedang asyik menikmati tubuh moleknya. Perlahan setelah puas bermain-main dengan payudaranya mulutku mulai kubawa ke bawah menuju vagina tante Ken yang bersih terawat tanpa bulu. Dengan leluasa lidahku mulai menyapu vagina yang sudah basah oleh cairan.
Aku sudah tudak sabar lagi. Batang
penisku yang sudah sedari tadi tegak berdiri ingin sekali merasakan
jepitan vagina janda cantik nan montok itu. Akhirnya, perlahan
kumasukkan batang penisku ke celah-celah vagina. Sementara tangan tante
membantu menuntun tongkatku masuk ke jalannya. Kutekan perlahan dan…
“Aaah…”, suara itu keluar dari mulut tante Ken setelah penisku berhasil masuk ke dalam liang senggamanya.
Kupompa penisku dengan gerakan naik
turun. Desahan dan erangan yang menggairahkanpun meluncur dari mulut
tante yang sudah semakin panas birahinya.
“Aach.. Ach.. Aah.. Terus sayang.. Lebih dalam.. Lagi.. Aah.. Nik.. Mat..”, tante Ken mulai menikmati permainan itu.
Aku terus mengayuh penisku sambil
mulutku melumat habis kedua buah dadanya yang montok. Mungkin sudah 20
menitan kami bergumul. Aku merasa sudah hampir
tidak tahan lagi. Batang kemaluanku sudah nyaris menyemprotkan cairan sperma.
tidak tahan lagi. Batang kemaluanku sudah nyaris menyemprotkan cairan sperma.
“Tante.. Punyaku sudah mau keluar..”
“Tahan seb.. Bentar sayang.. Aku jug.. A.. Mau sampai.. Aaach..”, akhirnya tante Ken tidak tahan lagi.
“Tahan seb.. Bentar sayang.. Aku jug.. A.. Mau sampai.. Aaach..”, akhirnya tante Ken tidak tahan lagi.
Kamipun mengeluarkan cairan kenikmatan
secara hampir bersamaan. Banyak sekali air mani yang aku semprotkan ke
dalam liang senggama tante, hingga kemudian kami kecapekan dan berbaring
di atas karpet biru.
“Terima kasih Roni. Tante puas dengan
permainan ini. Kamu benar-benar jantan. Kamu nggak nyeselkan tidur
dengan tante?”, tanya beliau padaku.
Aku tersenyum sambil mencium kening janda itu dengan penuh sayang.
“Aku sangat senang tante. Tidak kusangka tante memberikan kenikmatan ini padaku. Karena sudah lama sekali aku berangan-angan bisa menikmati tubuh tante yang montok ini”
Aku tersenyum sambil mencium kening janda itu dengan penuh sayang.
“Aku sangat senang tante. Tidak kusangka tante memberikan kenikmatan ini padaku. Karena sudah lama sekali aku berangan-angan bisa menikmati tubuh tante yang montok ini”
Tante Ken tersenyum senang mendengar jawabanku.
“Roni sayang. Mulai saat ini kamu boleh
tidur dengan tante kapan saja, karena tubuh tante sekarang adalah
milikmu. Tapi kamu juga janji lho. Kalau tante kepingin… Roni temani
tante ya.”, kata tante Ken kemudian.
Aku tersenyum dan mengangguk tanda
setuju. Dan kami pun mulai saling merangsang dan bercinta untuk yang
kedua kalinya. Hari itu adalah hari yang tidak pernah bisa aku lupakan.
Karena angan-anganku untuk bisa bercinta dengan tante Ken dapat terwujud
menjadi kenyataan. Sampai saat ini aku dan tante Ken masih selalu
melakukan aktivitas sex dengan berbagai variasi. Dan kami sangat bahagia.
0 comments:
Post a Comment